The Things We Consume End Up Consuming Us

Throughout my thirty years on this earth, I’ve had just about every bad habit imaginable. I’ve drank too much, struggled with addiction, gambled recklessly and have smoked a pack of cigarettes just…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Sebuah Kisah Antara Saya dan VIM

Akhirnya saya mulai menulis di Medium juga, setelah mengumpulkan cukup banyak niat yang lebih banyak nundanya dari pada mulainya. Dan entah kenapa saya mulai dengan tulisan ini. Soo… karena ini tulisan pertama saya, tidak ada salahnya saya memperkenalkan diri, saya Budi Harta yang akrab di panggil Budi saya seorang front end developer yang baru lahir kemarin lusa. Pada kesempatan kali ini saya ingin menceritakan bagaimana pengalaman saya sejauh ini dengan VIM (Baru sebulan lebih dikit sih).

Menurut dari web aslinya VIM sih gitu, VIM itu text editor.

Kalau cuman text editor, apa bedanya dengan notepad++, sublime text, atom atau vscode?. Jawaban saya saat ini adalah “kurang tau juga sih hehehe…” Tapi bagi saya VIM adalah sebuat text editor yang ganteng karena ada rasa-rasa hacker gitu.

Singkat cerita pada saat libur agak panjang di tempat bekerja, saya memberanikan diri untuk mencoba membuat aplikasi coba-coba dengan VIM dan beberapa jam pertama saya langsung mual. GILA SERIUSAN NIH?, INI TEXT EDITOR LHO!. Jika ingin menyimpan file saya harus memasukan perintah :w , jika ingin keluar harus memasukan perintah :q atau :q! , jika ingin mengubah sesuatu harus masuk ke mode insert dengan menekan tombol i, jika ingin melakukan seleksi text harus menggunakan mode visual dengan menekan tombol v .Itu belum seberapa, biasanya untuk melakukan copy-paste saya yang terbiasa menggunakan ctrl+c dan ctrl+v namun pada VIM berubah menggunakan y untuk mengcopy teks dan p untuk mempaste teks dimana pengguna hanya bisa mengcopy teks pada mode visual dan mempastekannya pada mode normal. Dan masih ada lagi shortcut asing yang saya temukan. Ohh tuhan, ini berat konsentrasi saya malah lebih banyak memikirkan apa yang harus saya tekan saat ingin melakukan sesuatu.

Malam pertama dan malam kedua saya bersama VIM berakhir tragis. Pada malam ketiga saya ingin lanjut mempelajari VIM, tiba-tiba sistem opearsi windows 10 yang biasa saya gunakan rusak, lag parah dan kadang tidak mau login, mungkin ketika update saya sempat matikan paksa karena terlalu lama, Nah, kebetulan ada Ubuntu yang telah terpasang sebelumnya (karena ubuntu baru saja rilis versi terbaru, bukan karena saya biasa menggunakanya) pikiran saya sementara setup enviroment disini dulu karena saya sedang malas untuk memperbaiki windowsnya, toh tidak jauh berbeda.

Malam kelima hingga ketujuh, sambil membiasakan menggunakan VIM saya mencari-cari plugin yang sekiranya saya perlukan dan mencobanya satu-persatu seperti syntak highlighting, file finder dan beberapa plugin untuk mempercantik VIM saya. Saya juga mulai mengatur kombinasi untuk melakukan perintah seperti menyimpan file menjadi kombinasi ,(koma)+w , menampilkan NERDTree dengan kombinasi ,(koma)+f, melakukan pencarian dengan tombol spasi dan kombinasi-kombinasi lainya. Saya juga sempat bertanya ke senior saya tentang bagaimana dia mengkonfigurasikan VIM nya dan mencoba meniru sesuai yang saya perlukan.

Dan akhirnya, saya cukup percaya diri untuk menggunakan VIM pada jam kerja saya. Hal pertama yang saya dengar dari senior saya adalah “Awas kerja mu melambat gara-gara make VIM!”. Hmm… benar saja, saat hari pertama serius menggunakan VIM kinerja saya melambat, jadi kadang-kadang ketika saya mulai bingung bagaimana melakukan sesuatu di VIM saya kembali menggunakan VSCode.

Dari awal mencoba menggunakan VIM hari-hari saya berubah, yang biasanya menggunakan perintah code. di terminal untuk membuka VSCode menjadi vim . Dari yang biasanya menggunakan mouse untuk melakukan seleksi dan navigasi, kini menggunakan perintah kombinasi yang saya sesuaikan sendiri. Dan masih banyak hal lain yang berubah saat saya mulai menggunakan VIM. Sampai saat saya menulis artikel ini, perbedaan yang paling terasa selama saya menggunakan VIM adalah penggunaan mouse, saat menggunakan VIM saya tidak menggunakan mouse sama sekali hanya menggunakan keyboard untuk bernavigasi dan menjalankan perintah-perintah yang diperlukan. Mungkin terlihat lebih rumit diawal, namun saya merasa ini sangat efisien. Ini saya buktikan dengan masih menggunakan VIM hingga 1 bulan lebih sedikit (kalau tidak nyaman pasti balik lagi ke VSCode lagi kan?)

Kesimpulanya, apa yang terjadi antara saya dan VIM adalah pengalaman ngoding yang baru, keren dan makin ganteng. VIM bukan hanya sekedar text editor biasa, untuk bisa menggunakan VIM menurut saya pribadi perlu waktu agar bisa membiasakan diri bagaimana bisa bekerja menggunakan VIM. Sampai saat ini juga saya juga masih belajar untuk menggunakan VIM serta mencari-cari cara untuk memaksimalkan penggunaanya. Padahal awalnya saya menolak untuk menggunakan VIM dengan alasan tampilanya kuno! Tapi sekarang saya menarik semua kata-kata buruk tentang VIM dan berbalik mengaguminya.

Add a comment

Related posts:

Automating EC2 Volume Snapshot creation in AWS

This Blog has moved from Medium to blogs.tensult.com. All the latest content will be available there. Subscribe to our newsletter to stay updated. Hardware failures are very common and specially when…